Pengikut

Jumat, 06 Januari 2023

Kesehatan dan Keselamatan Kerja K(3)

 


KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA K(3)
(DI LINGKUNGAN KERJA BALAI INSEMINASI BUATAN (BIB) LEMBANG)






    Tingkat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) karyawan sangat dibutuhkan ketika karyawan melakukan aktivitas kerja. Terutama bagi karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang memiliki risiko keselamatan dan kesehatan yang tinggi, karena keselamatan kerja di perusahaan tidak hanya ditimbulkan oleh sistem yang telah diterapkan oleh perusahaan tetapi juga kesadaran setiap individu untuk menghindari kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan K3 di Balai Inseminasi Buatan (BIB) di Lembang. Teknik analisis deskriptif dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil penelitian tentang implementasi aplikasi K3 dengan teori-teori yang diperoleh dari studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi dan manfaat dari implementasi K3 mencakup semua aspek yang dinyatakan dalam teori. Demikian juga, dengan langkahlangkah implementasi K3, BIB melakukan semua tahapan penerapannya sepenuhnya.


PENDAHULUAN

    Seiring berkembangnya industrialisasi dan globalisasi serta kemajuan ilmu dan teknologi, maka keselamatan dan kesehatan kerja juga semakin berkembang. UndangUndang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan sebagai dasar hukum penerapan K3 di Indonesia telah diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dimana pada Pasal 164-165 tentang Kesehatan Kerja dinyatakan bahwa semua tempat kerja wajib menerapkan upaya kesehatan baik sektor formal maupun informal termasuk Aparatur Sipil Negara, TNI dan Kepolisian. Beriringan dengan segala macam perkembangan yang terjadi, perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia pun mulai beralih untuk menerapkan keilmuan maupun teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Penggunaan keilmuan maupun teknologi yang lebih baru memang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Namun disamping itu, resiko terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja pun semakin meningkat. 

    Angka kecelakaan kerja di Indonesia dinilai masih tinggi. Hal ini di dukung oleh data dari Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat adanya tren kenaikan angka kecelakaan kerja di Indonesia yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhakiri, sepanjang tahun 2018 lalu telah terjadi 157.313 kasus kecelakaan kerja, atau meningkat dibandingkan kasus kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2017 sebesar 123 ribu kasus. Penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah masih rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat. Selama ini penerapan K3 seringkali dianggap sebagai cost atau beban biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. BPJS Ketenagakerjaan sendiri sepanjang tahun 2018 telah membayarkan klaim kecelakaan kerja dengan nilai mencapai Rp 1,09 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2017 yang nilai klaimnya hanya Rp 971 miliar serta tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 792 miliar. (www.bpjsketenagakerjaan.go.id) 

    Berdasarkan data yang diperoleh dari infoDATIN DepKes Tahun 2018, persentase terbesar yang memiliki keluhan kesehatan dan keselamatan kerja paling banyak yaitu terdapat di daerah perdesaan. Dan jika dilihat menurut lapangan usaha, persentase terbesar untuk keluhan kesehatan dan keselamatan kerja yaitu ada pada lapangan usaha yang berhubungan dengan pertanian. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diamanatkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. 

    Dalam era dengan keilmuan dan teknologi yang semakin canggih, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu keharusan untuk dilaksanakan oleh penyelenggara kerja untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, disamping melindungi pekerja dari halhal yang mengancam keselamatan dan kesehatan. Jika keselamatan dan kesehatan pekerja terpelihara dengan baik maka angka kesakitan, absensi, kecacatan dan kecelakaan kerja dapat diminimalkan, sehingga akan terwujud pekerja yang sehat dan produktif. Perlu diingat bahwa profit perusahaan juga dipengaruhi oleh produktivitas pekerja yang berhubungan erat dengan keselamatan dan kesehatan kerja. 

    Mengingat pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), perusahan/organisasi perlu mulai mengutamakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam pengoperasiannya. Pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) oleh pekerja maupun pihak perusahaan terkadang masihlah rendah. Baik pengetahuan tentang cara penerapan K3 yang benar, dampak jika perusahaan tidak mengaplikasikan K3 itu, dsb. Perihal ini pula yang membuat perusahaan masih kurang dalam memberi pelayanan K3 untuk pekerjanya.

    Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, adalah Balai Inseminasi Buatan pertama yang didirikan di Indonesia. BIB Lembang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang merupakan Balai yang diberi mandat oleh pemerintah untuk memproduksi semen beku ternak sapi perah dan sapi potong, dalam rangka memenuhi kebutuhan semen beku untuk Inseminasi Buatan (IB). Selain itu dilakukan juga pemeliharaan ternak sapi, kambing dan domba untuk keperluan pemurnian dan grading up. 

    Kegiatan operasional di sektor pertanian memiliki dianggap sebagai salah satu sektor paling berbahaya bagi pekerja dari segala usia. Pekerja pertanian memiliki tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang tinggi, karena mereka dihadapkan pada berbagai bahaya, termasuk bekerja dengan mesin, kendaraan, peralatan dan hewan, kebisingan dan getaran yang berlebihan, tergelincir, limbung dan jatuh dari ketinggian, kebutuhan untuk mengangkat beban berat dan melakukan pekerjaan berulang dan pekerjaan yang membutuhkan posisi canggung yang menghasilkan MSD, paparan debu dan zat organik lainnya, bahan kimia, dan agen/zat infektif; dan kondisi kerja lainnya yang berkarakteristik lingkungan pedesaan, seperti paparan matahari, suhu ekstrim dan cuaca buruk. Kendati pekerjaan di bidang pertanian dilakukan secara turun-menurun baik bagi pekerja muda maupun pekerja yang lebih tua, pertanian tetap menjadi sumber pekerjaan utama kaum muda di daerah-daerah berkembang di seluruh dunia. Di negara-negara maju, pertanian banyak menggunakan mesin dan mempekerjakan relatif sedikit orang; sedangkan di negara-negara berkembang, sebagian besar masih menggunakan teknologi rendah dan mempekerjakan sejumlah besar pekerja berketerampilan rendah. (ILO, 2017a). Berangkat dari hal tersebut maka Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang yang bergerak di sektor pertanian perlu mengutamakan penerapan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di dalam lingkungan kerja sebagai bentuk pengendalian terhadap resiko kecelakaan yang mengancam pekerja.

TUJUAN PENELITIAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan umpan balik bagi pekerja dan organisasi mengenai penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja.

TINJAUAN PUSTAKA

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu upaya keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan produktivitas pekerja. Dengan demikian, hal tersebut akan berdampak pada keuntungan perusahaan.

    Menurut Mangkunegara (2013:161) kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang di akibatkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktor – faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan lingkungan yang dapat membantu stres emosi atau gangguan fisik. 

    Mangkunegara (2013:161), juga menyatakan bahwa keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek – aspek lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, pendengaran, semua itu sering berhubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas – tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan pelatihan. 

    Menurut Mangkunegara (2002:163), kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. 
    
    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pun telah dinyatakan pada Pasal 86 ayat 2 angka 31 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menegaskan bahwa setiap pekerja/ buruh mempunyi hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja untuk melindungi keselamatan pekerja/ buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal di selenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja” 

    Menurut International Labor Organizational (ILO), Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada jabatannya. 

    Dalam pedoman ILO tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (dikenal sebagai ILO-OSH 2001), disebutkan bahwa tindakan pencegahan dan perlindungan harus dilaksanakan dalam urutan prioritas berikut: (i) menghilangkan bahaya; (ii) mengendalikan risiko pada sumber (melalui penggunaan pengendalian rekayasa atau tindakan organisasional); (iii) meminimalkan risiko dengan merancang sistem kerja yang aman (termasuk tindakan administratif yang diambil untuk pengendalian risiko); dan (iv) apabila risiko residual tidak dapat dikendalikan dengan tindakan kolektif, perusahaan harus menyediakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai tanpa biaya dan mengambil tindakan untuk memastikan penggunaan dan pemeliharaannya. (ILO, 2001) 
    Keselamatan Kerja telah diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dalam pasal 3 ayat (1) dan pasal 9 ayat (3), yang berbunyi: 
“Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk: 
  1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 
  2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. 
  3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledak. 
  4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya. 
  5. Memberi pertolongan pada kecelakaan. 
  6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja. 
  7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan. 
  8. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. 
  9. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan proses kerjanya. 
  10. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya bertambah tinggi. 
Sedangkan mengenai Kesehatan Kerja telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bagian 6 tentang Kesehatan Kerja, Pada pasal 23 yang berisi:
  1. Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
  2. Kesehatan kerja meliputi perlindungan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
  3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

INDIKATOR PENYEBAB KESELAMATAN KERJA

Menurut Mangkunegara (2002:170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:

a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi: 
  1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya. 
  2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak 
  3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. 
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: 
  1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 
  2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan

Tujuan dan Manfaat Menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2013:162) bahwa tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 
  1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik secara fisik, sosial, dan psikologis. 
  2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seselektif mungkin. 
  3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 
  4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 
  5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 
  6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
  7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. 
Tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja ini tidak dapat terwujud dan dirasakan manfaatnya, jika hanya bertopang pada peran tenaga kerja saja tetapi juga perlu peran dari pimpinan.

Faktor – Faktor Terjadinya Kecelakaan Dan Gangguan Kesehatan 

Menurut Mangkunegara (2013:162) dikemukakan beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai. 
a. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja, Terkait: 
  1. Penyusunan dan penyimpanan barang – barang yang berbahaya kurang di perhitungkan keamannya. 
  2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak 
  3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. 
b. Pengaturan Udara, Terkait: 
  1. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak) 
  2. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. 
c. Pengaturan Penerangan, Terkait: 
  1. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. 
  2. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang – remang. 
d. Pemakaian Peralatan Kerja, Terkait: 
  1. Pengaman peralatan kerja yang sudah using atau rusak. 
  2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik. 
e. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai, Terkait: 
  1. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil 
  2. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya. 
Dalam penelitian ini hanya menggunakan 3 indikator, yakni keadaan tempat lingkungan kerja, pemakaian peralatan kerja, kondisi fisik dan mental pegawai. 

Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja 

Menurut Sunyoto (2012:242) ada tiga alasan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja: 
  1. Berdasarkan Perikemanusiaan Pertama-tama para manajer mengadakan pencegahan kecelakaan atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang menderita luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan. 
  2. Berdasarkan undang-undang Karena pada saat ini di Amerika terdapat undang-undang federal, undang-undang negara bagian dan undang-undang kota praja tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan bagi mereka yang melanggar dijatuhkan denda. 
  3. Ekonomis Yaitu agar perusahaan menjadi sadar akan keselamatan kerja karena biaya kecelakaan dapat berjumlah sangat besar bagi perusahaan.

Pencegahan kecelakaan kerja

Menurut Komang dikutip oleh Sunyoto (2012:242) Departemen tenaga kerja republik Indonesia mengharapkan bahwa upaya pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu koordinasi dari berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang didasarkan atas sikap, pengetahuan, dan kemampuan. Beberapa ahli telah mengembangkan teori pencegahan kecelakaan dikenal 5 tahapan yaitu : 
  1. Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja Pada era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang per orang atau secara pribadi, namun memerlukan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi yang memadai. 
  2. Menemukan fakta dan masalah Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui survei, inspeksi, observasi, investigasi, dan review of record.
  3. Analisis Tahap ini terjadi proses bagaimana fakta atau masalah ditemukan dapat dicari solusinya. Fase ini, analisis harus dapat dikenali berbagai hal antara lain: sebab utama masalah tersebut, tingkat kekerapannya, loksi, kaitannya dengan manusia maupun kondisi. Analisis ini bisa saja menghasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan. 
  4. Pemilihan atau penetapan alternatif (pemecahan) Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi untuk ditetapkan satu yang benar-benar efektif dan efisiensi. 
  5. Pelaksana Jika sudah dipilih alternatif pemecahan maka harus diikuti dengan tindakan dari keputusan penetapan tersebut. Dalam proses pelaksanaan dibutuhkan adanya kegiatan pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan. 

Pengendalian Resiko Kecelakaan Kerja

Menurut Depnakertrans RI dikutip oleh (Rofiah, 2009:20) Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatankegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan, prosedur dan intruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode :

a). Pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi. 

  1. Eliminasi : menghilangkan bahan-bahan yang mengandung potensi bahaya. 
  2. Substitusi : mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang berbahaya atau tidak behaya sama sekali. 
  3. Ventilasi : mengalirkan udara kedalam ruang kerja agar kadar dari bahanbahan yang berbahaya lebih rendah dari kadar yang berbahaya yaitu kadar NAB. 
  4. Higiene dan Sanitasi : dengan mencari faktor-faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginnya dan pengolahan air buangan agar tidak mencemari lingkungan. 

b. Pendidikan dan pelatihan Pendidikan dan pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja di bidang K3. 

c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan dan motivasi diri. 

d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi. 

  1. Internal audit dengan mengidentifikasi setiap kejadian-kejadian hampir celaka di dalam perusahaan untuk selanjutnya diambil tindakan koreksi agar prosedurprosedur yang ditetapkan secara terprogram dapat lebih efektif. 
  2. Penyelidikan insiden mengidentifikasi setiap kejadian hampir celaka di dalam perusahaan. 
  3. Etiologi : mencari sumber (asal usul) terjadinya penyakit akibat kerja. 
  4. Penegakan hukum, yaitu dengan membuat aturan-aturan dan norma – norma kerja seperti lebih mempertegas tentang pemberian sanksi kepada pekerja yang melanggar peraturan perusahaan.


Sistem Pada Manajemen Keselamatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2013:163) tujuan keselamatan harus integral dengan bagian dari setiap manajemen dan pengawasan kerja. Begitu pula peran kepegawaian sangat penting dalam mengaplikasikan pendekatan sistem pada keselamatan perusahaan. 
  1. Melibatkan para pengawas dan sistem pelaporan Bilamana terjadi kecelakaan harus dilaporkan kepada pengawas langsung dari bagian kerusakan, dan laporan harus pula mengidentifikasi kemungkinan penyebab kecelakaan. 
  2. Mengembangkan manajemen prosedur keselamatan kerja Pendekatan sistem yang esensi adalah Menetapkan sistem komunikasi secara teratur dan tidak lanjut pada setiap kecelakaan pegawai. 
  3. Menjadikan keselamatan kerja sebagai tujuan kerja Membuat kartu penilaian keselamatan kerja. Setiap kesalahan yang dilakukan pegawai dicatat oleh pengawas dan dipertanggung jawabkan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian prestasi kerja, kondite pegawai yang bersangkutan. 
  4. Melatih pegawai dan pengawasan dalam manajemen keselamatan kerja Melatih pegawai untuk dapat menggunakan peralatan kerja dengan baik. Begitu pula pegawai – pegawai di latih untuk dapat menggunakan alat keamanan jika terjadi kecelakaan di tempat kerja.

Standar ILO Utama Tentang K3

  1. Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 1981 (No. 155) dan Rekomendasi (No. 164) yang menyertainya telah menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk kebijakan dan strategi tingkat nasional dan perusahaan yang ditujukan untuk mempromosikan keselamatan dan kesehatan kerja serta memperbaiki kondisi kerja. Konvensi juga mendefinisikan tanggung jawab pengusaha, hak pekerja dan perwakilan mereka, dan persyaratan mengenai informasi, pendidikan dan pelatihan. Protokol 2002 (No.155) menggabungkan ketentuan khusus untuk pencatatan dan notifikasi kecelakaan dan penyakit di tempat kerja. 
  2. Konvensi Pelayanan Kesehatan Kerja, 1985 (No. 161) dan Rekomendasi (No. 171) yang menyertainya menetapkan dibentuknya pelayanan kesehatan kerja di tingkat perusahaan, yang bertanggungjawab untuk memberikan saran kepada pengusaha, pekerja dan perwakilan mereka di perusahaan tentang pemeliharaan lingkungan kerja yang aman dan sehat. 
  3. Kerangka Promosi untuk Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2006 (No. 187) dan Rekomendasi (No. 197) yang menyertainya mempromosikan budaya pencegahan keselamatan dan kesehatan melalui pembuatan dan penerapan kebijakan nasional, sistem dan program K3. Menurut Rekomendasi No. 197, sistem nasional harus menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk melindungi semua pekerja, khususnya pekerja di sektor-sektor berisiko tinggi dan kelompok-kelompok pekerja rentan seperti pekerja ekonomi informal, pekerja migran dan muda. Rekomendasi tersebut juga mempromosikan penggunaan pendekatan peka-jender ketika merancang sistem nasional, sehingga memberikan perlindungan bagi perempuan dan laki-laki.

METODE PENELITIAN

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Djam’an Satori (2011: 23) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin 

    mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya. 
    Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 73), penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-satunya perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. 
    Sugiyono (2009: 216) mengemukakan bahwa sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Selain itu, sampel juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulaimemasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. 
    Subjek pada penelitian ini yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi literatur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Tempat Lingkungan Kerja 
    Menurut Mangkunegara (2013:162), keadaan tempat lingkungan kerja dapat dilihat dari bagaimana penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya, ruang kerja, dan pembuangan kotoran dan limbah. Berdasarkan hasil penelitian, Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang memiliki lingkungan kerja yang baik, hal ini terlihat dari bagaimana mereka melakukan penyusunan dan penyimpanan material yang berbahaya secara teliti seperti halnya material berbahaya zat N2 cair yang digunakan dalam aktivitas laboratorium. Zat berbahaya tersebut disimpan ditempat penyimpanan khusus yang terdapat di dalam laboratorium agar pekerja tidak terpapar bahaya dari zat tersebut. Peralatan tajam seperti mesin pemotong (chopper) pun disimpan di gudang khusus penyimpanan peralatan-peralatan lapangan, sehingga resiko pekerja mengalami kecelakaan dapat terkendali. 
    Pekerja di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang menyatakan bahwa ruang kerja yang dimiliki oleh staf bagian tata usaha, seksi jasa produksi, seksi pelayanan produksi sangat baik, hal ini diukur dengan cukup luasnya ruang kerja yang dimiliki sehingga pekerja tidak merasakan sesak dan tidak nyaman. Ruang kerja pun selalu dijaga kebersihannya oleh petugas kebersihan yang bertanggung jawab. Sedangkan pada bagian seksi pelayanan teknis pemeliharaan hewan, kandang ternak serta padang penggembalaan (line bull) pun rutin dilakukan pembersihan agar ternak dan para pekerja pada khususnya terjamin kesehatan dan keamanannya. 
    Pembuangan kotoran dan limbah yang dihasilkan oleh hewan ternak di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dilakukan dengan cara menempatkan kotoran dan limbah di kolam-kolam khusus yang telah disediakan untuk kemudian di proses untuk di manfaatkan sebagai pupuk kompos di lahan hijauan dan diolah menjadi biogas.

Pemakaian Peralatan Kerja
    Peralatan kerja yang sudah usang maupun rusak dilakukan penggantian dengan yang baru secara berkala. Peralatan yang sudah usang maupun rusak tidak akan digunakan kembali demi keamanan. Namun, jika peralatan yang rusak masih memungkinka untuk diperbaiki maka akan dilakukan perbaikan oleh teknisi yang bertanggung jawab memelihara peralatan kerja. 
    Dalam penggunaan mesin juga alat-alat kerja di lingkungan kerja, Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang telah melakukannya sesuai standar keamanan. Pada pekerja bagian seksi pelayanan teknis produksi semen yang bekerja di laboratorium, demi keamanan dalam menggunakan mesin maupun alat-alat, juga agar tidak terpapar zat berbahaya dan suhu ekstrim diharuskan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), seperti jas lab, apron lab, masker, sandal khusus di lab, dan kacamata lab. Sedangkan pada bagian seksi pelayanan teknis pemeliharaan ternak yang terdiri dari medik veteriner, paramedik veteriner, perawat ternak, petugas penampung sperma, petugas chopper, diharuskan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan, sepatu boot, wearpack, apron, kacamata pelindung, helm dan pelindung telinga. Pada bagian seksi jasa produksi, demi keamanan dalam penggunaan mesin maupun alat-alat kerja diharuskan pula untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang terdiri dari masker, apron, sarung tangan, kacamata pelindung, dan sandal khusus.

Kondisi Fisik dan Mental Pegawai

    Untuk menjaga stamina dan kesehatan fisik pekerja, Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang memiliki arena olahraga yang dapat digunakan oleh semua pekerja untuk menjaga kesehatan juga kebugarannya. Selain itu, Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang pun selalu melakukan general check up kesehatan pekerja secara rutin setiap tahunnya. Pemberian suplemen vitamin dan makanan/minuman bergizi pun dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali kepada para pekerja. Pekerja juga dijamin dengan diberikannya BPJS dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Hal ini dilakukan agar para pekerja memiliki stamina yang stabil serta fisik yang sehat dan kuat, serta rasa aman sehingga produktivitasnya pun akan meningkat. 

    Untuk mengatasi ataupun meminimalkan emosi pekerja yang tidak stabil, kepribadian yang rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah sikap yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya, maka Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang menyediakan ruang untuk berkonsultasi, dimana para pekerja yang memiliki ketidaknyamanan maupun permasalahan memiliki tempat untuk menyampaikan. Adanya karya wisata, dll selalu diadakan oleh pihak Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, dengan tujuan agar para pekerja dapat melepaskan stress akibat bekerja. Pelatihan dan sosialisasi-sosialisasi pun kerap dilakukan dalam rangka memberikan wawasan kepada para pekerja, baik itu mengenai cara kerja, instruksi kerja, persyaratan pekerjaan, serta resiko keselamatan dan kesehatan kerja yang dihadapi dan bagaimana cara penanganannya. Sehingga resiko-resiko yang tidak diinginkan pun dapat dikendalikan. 

SUMBER ARTIKEL :


Kesehatan dan Keselamatan Kerja K(3)

  KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA K(3) (DI LINGKUNGAN KERJA BALAI INSEMINASI BUATAN (BIB) LEMBANG)      Tingkat keselamatan dan kesehatan ke...